Kekurangan Renault Kwid Climber – Pasar Indonesia kembali kedatangan salah satu produk city car terbaru, yang kali ini datang dari pabrikan otomotif asal Perancis, Renault.
Produk itu adalah Renault Kwid dan Kwid Climber facelift 2020. Secara desain, produk ini cukup menarik, berkat hadirnya sejumlah fitur-fitur modern yang menjadi bekalnya bersaing di Tanah Air.
Meski fitur sudah lumayan lengkap, namun harga yang ditawarkan pada Renault Kwid Climber cenderung cukup terjangkau. Produk yang diklaim sebagai Urban SUV atau SUV perkotaan itu ternyata tak luput dari kekurangan.
Setidaknya ada sejumlah kekurangan yang dimiliki Renault Kwid Climber yang perlu konsumen ketahui, sebelum membeli. Setidaknya bisa menjadi pertimbangan kamu dalam memilih mobil yang pas dan sesuai dengan kebutuhan.
Apa saja kekurangan Renault Kwid Climber? Simak ulasan lengkapnya berikut ini:
1. Hanya Tersedia Pilihan Transmisi AMT, Jadi Kekurangan Renault Kwid Climber
Berbeda dengan sejumlah kompetitor yang ditawarkan di Indonesia. Renault Kwid Climber hanya tersedia dalam pilihan transmisi AMT (Automated Manual Transmission) saja. Berbeda dengan rival-rivalnya yang sudah menggunakan transmisi full otomatis dan sebagian bahkan sudah menggunakan jenis CVT.
Dibandingkan dengan rival terdekatnya, yaitu Toyota Agya dan Daihatsu Ayla. Kedua produk itu sudah menggunakan transmisi otomatis 4-percepatan. Bila mengacu pada city car lainnya, yaitu Honda Brio Satya, bahkan sudah menggunakan transmisi jenis CVT yang dikenal cukup nyaman.
Ketika dikemudikan, transmisi jenis AMT punya ciri khas memiliki jeda setiap penggantian gigi. Efeknya pengemudi merasakan momentum (gaya dorong mobil ke depan) terlalu lama sebelum pindah ke gigi lebih tinggi.
Disebut sebagai kekurangan, lantaran banyak konsumen Indonesia yang tidak terbiasa dengan rasa berkendara AMT. Mereka lebih umum dengan CVT dan transmisi otomatis konvensional
2. Pilihan Mesin yang Kurang Lengkap
Bila dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang ditawarkan di Indonesia. Renault Kwid Climber hanya dipasarkan dalam pilihan mesin 1.0 liter saja.
Sementara sejumlah kompetitor dipasarkan dengan dua pilihan mesin, yaitu 1.0 liter dan 1.2 liter. Tentunya dengan pilihan mesin yang lebih beragam, bisa menjadi alternatif pilihan bagi konsumen.
Bila mengacu pada data penjualan kompetitor, justru varian mesin 1.2 liter kini cenderung lebih diminati, ketimbang mesin 1.0 liter.
Kemungkinan banyak konsumen memilih mesin berkubikasi 1.200 cc lantaran sudah 4-silinder. Karena produk-produk yang ditawarkan dengan pilihan mesin 3-silinder biasanya masalah yang ditemui mesin getar ketika dipacu diputaran rendah.
Kwid Climber dipersenjatai dengan mesin berkapasitas 1,0 liter. Tenaga yang dihasilkan mencapai 68 PS di 5.500 rpm dan momen puntir 91 Nm pada 4.250 rpm. Semua daya itu pun didistribusikan ke roda depan lewat AMT (Automated Manual Transmission). Sementara Kwid standar, tanpa embel-embel Climber, transmisinya pakai manual 5-percepatan.
3. Control Steering Switch dan Engine Start/Stop, Jadi Kekurangan Renault Kwid Climber
Dibandingkan dengan sejumlah kompetitor, Renault Kwid belum dilengkapi dengan sejumlah fitur untuk menunjang kenyamanan di dalam kabin, seperti control steering switch yang dapat membantu pengemudi mengatur sistem hiburan.
Bila dibandingkan dengan kompetitor yang kini tak kalah canggih dengan Renault Kwid Climber, seperti Toyota Agya dan Daihatsu Ayla sudah ditawarkan dengan start/stop engine button.
Pemilik mobil tak perlu menggunakan anak kunci untuk menyalakan kendaraan. Cukup menekan tombol, mobil pun dengan mudah bisa dinyalakan.
Sangat disayangkan fitur ini belum tersedia untuk Renault Kwid Climber yang baru dipasarkan di Tanah Air.
4. Merek Renault Kurang Kuat di Indonesia
Merek Renault merupakan salah satu brand yang timbul tenggelam di Indonesia. Hal ini menyebabkan tak semua konsumen berani untuk membeli mobil-mobil merek Perancis tersebut.
Hanya konsumen yang benar-benar paham yang mungkin berani meminangnya. Kondisi seperti ini yang ingin dilawan Maxindo Renault Indonesia (MRI), APM baru Renault.
Terkait hal ini, MRI pun berjanji untuk bakal menawarkan produk-produk berkualitas melalui jaringan yang tersebar luas.
“Produk yang berkualitas di semua segmen, jaringan dan consumer journey, jadi prioritas kami dalam memberikan kepuasan dan menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk Renault,” ujar Davy J. Tuilan, COO MRI.
Ketika memutuskan membeli mobil, tentunya beragam pertimbangan menentukan dalam memilih mobil. Salah satunya tentu layanan purna jual dan ketersediaan suku cadang.
Sementara produk-produk Eropa dikenal memiliki banderol yang tinggi untuk urusan suku cadang yang ditawarkan di Indonesia.
Selain itu, ketersediaannya pun terkadang sulit ditemui. Alhasil konsumen harus inden atau menunggu dalam kurun waktu tertentu.
MRI sendiri berkomitmen untuk terus memperluas jaringan dealer mereka di seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen hingga ke pelosok negeri.
Sebagai informasi tambahan, hingga saat ini MRI baru memiliki 10 jaringan dealer yakni 5 di Jakarta dan sekitarnya, lalu di Medan, Bandung, Makassar, Yogyakarta, dan Cirebon.
5. Pengaturan AC Belum Digital
Kekurangan Renault Kwid Climber lainnya, terletak pada sistem pengaturan AC yang masih menggunakan model knob. Kalau dibandingkan dengan kompetitor seperti Toyota Agya dan juga Daihatsu Ayla, kini sudah dilengkapi dengan AC digital.
Meski masuk dalam golongan mobil murah ramah lingkungan (LCGC), namun untuk urusan fitur Agya-Ayla cukup modern.
Sistem pengaturan AC digital pun belakangan memang mulai banyak digunakan pada mobil-mobil terbaru masa kini.
Jadi begitulah sejumlah kekurangan Renault Kwid Climber yang perlu kamu ketahui, sebelum membeli mobil ini. Semoga informasi di atas dapat bermanfaat, ya!
Baca juga: