Pabrik Suzuki Thailand tutup, pernyataan ini disampaikan secara resmi oleh Suzuki Motor Thailand dalam keterangan pers mereka.
Laporan dari The Bangkok Post dan Bangkok Express, yang dikutip oleh Moladin pada Senin, 10 Mei 2024, mengungkapkan bahwa Perdana Menteri Thailand, Srettha Thavisin, masih memprioritaskan produksi kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE) dari Jepang.
Setelah bertemu dengan perwakilan dari Toyota, Honda, Isuzu, Mazda, dan Mitsubishi pada Sabtu, 8 Juni 2024, Perdana Menteri Srettha mengungkapkan bahwa pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas langkah-langkah yang diperlukan dari pemerintah untuk mendukung industri otomotif.
“Kami telah berdiskusi dengan pabrikan besar untuk membahas langkah-langkah yang mereka perlukan dari pemerintah,” ujar Srettha. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah menghormati keputusan Suzuki.
“Kami menghormati keputusan Suzuki karena pangsa pasar mereka relatif kecil dan produksi mobilnya mungkin tidak sesuai dengan permintaan di Thailand,” tandasnya.
Kepala Kantor Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Kerja Thailand, Suwanna Khantivisit, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ketenagakerjaan di provinsi Rayong, yang merupakan pusat industri otomotif. Menurutnya, sebagian besar pekerja di wilayah tersebut rentan terkena PHK di masa depan.
Suwanna menambahkan bahwa sektor industri otomotif yang mempekerjakan 39.321 karyawan di 137 perusahaan terus mengalami tekanan. “Pertumbuhan pasar kendaraan listrik (EV) telah menyebabkan penurunan dan stagnasi industri kendaraan bermesin pembakaran,” jelasnya.
Wakil Ketua Federasi Industri Thailand (FTI), Isares Rattanadilok, juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Ia mengungkapkan bahwa dalam enam bulan pertama 2024, sebanyak 360 pabrik terkait produksi mobil konvensional telah tutup, dengan kerugian investasi sekitar 9,4 miliar baht.
“Rendahnya pertumbuhan ekonomi telah memaksa industri untuk memitigasi risiko. Kebijakan pemerintah yang mengerek upah minimum dan promosi impor kendaraan listrik telah merugikan daya saing sektor ini,” kata Isares.
Ia menambahkan bahwa pemerintah gagal memberikan dukungan yang konsisten kepada industri dalam negeri, yang menyebabkan tekanan finansial akibat kenaikan suku bunga serta tingginya biaya bahan bakar dan listrik. Menjadi stimulus lain yang membuat pabrik Suzuki Thailand tutup.
Mengacu data penjualan nasional Suzuki Thailand bersumber data FTI, penjualan mobil di Thailand selama Januari hingga April 2024 mencapai 210.494 unit, turun 23,9 persen dibandingkan tahun lalu. Jumlah mobil yang diproduksi pada periode yang sama mencapai 518.790 unit, turun 17,05 persen dibandingkan Januari hingga April 2023.
Penyebab Utama Pabrik Suzuki Thailand Tutup
Suzuki Motor Thailand menyebutkan bahwa penutupan pabrik di Thailand merupakan langkah strategis untuk fokus pada produksi mobil listrik, termasuk hybrid. Produksi mobil elektrifikasi tersebut akan dilakukan di luar Thailand.
“Kami akan tetap memasarkan mobil termasuk hybrid dan mobil listrik baterai di Thailand, lengkap dengan layanan purna jualnya,” bunyi keterangan resmi Suzuki.
Mobil-mobil elektrifikasi yang dijual di Thailand akan diimpor dari pabrik lain di wilayah Asia Tenggara. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Suzuki untuk mencapai netralitas karbon dan optimalisasi lokasi produksi kendaraan elektrifikasi secara global.
Laporan dari The Japan Times yang dikutip oleh Mobilitas pada Jumat, 7 Juni 2024, menyebutkan bahwa pabrik Suzuki di Rayong, Thailand, memiliki kapasitas produksi hingga 60.000 unit per tahun dan mempekerjakan hampir 800 orang.
Demikian ulasan terkait alsan pabrik Suzuki Thailand tutup. Simak terus Moladin.com untuk update berita terbaru seputar otomotif.