Pro dan Kontra Pajak 0 Persen Mobil Baru Ditolak

Pemerintah berencana untuk memperluas cakupan PPnBM nol persen

Usulan pajak 0 persen mobil baru yang diupayakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pupus sudah. Pasalnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi menolak gagasan tersebut.

Dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak usulan itu dengan mengungkap sejumlah alasan mengapa gagasan tersebut akhirnya harus pupus.

Usulan itu punya efek bukan hanya pada pergerakan industri otomotif, namun juga bisa membantu pertumbuhan perekonomian Indonesia yang sama-sama terganggu pandemi Covid-19.

Dengan usulan pajak 0 persen tersebut, Kemenperin bersama Gaikindo menganggap dapat menstimulus pasar yang tengah terdampak pandemi. Pajak 0 persen yang dimaksud meliputi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Bea Balik Nama (BBN).

Tanpa pengenaan pajak-pajak itu harga mobil baru bakal terpangkas, kemudian menarik minat masyarakat untuk membeli. Rangsangan itu dipercaya akan menggerakkan mekanika industri otomotif.

Contohnya diharapkan berkontribusi pada volume produksi mobil dan suplai komponen, dealer lebih aktif, aktivitas leasing, serta membuat 1,5 juta orang yang terlibat di dalamnya bekerja sebagaimana mestinya.

Pun begitu, kebijakan ini juga menimbulkan pro dan kontra terkait usulan pajak 0 persen untuk mobil baru. Setidaknya ada sejumlah pasar lainnya yang tentu berimbas, bahkan penjualan mobil baru itu sendiri.

Efek Usulan Pajak 0 Persen Mobil Baru

Pajak 0 persen mobil baru pengaruhi industri lainnya

Terkait kebijakan usulan pajak 0 persen mobil baru ini, ternyata justru membawa efek negatif bagi penjualan mobil baru di Indonesia. Misalnya dealer yang menyebut ada kecenderungan masyarakat menahan membeli mobil baru dan bahkan mobil bekas.

Seperti diungkapkan salah seorang tenaga penjual mobil Honda, yang menjelaskan bahwa banyak konsumen yang menunggu pengesahan kebijakan dari pajak 0 persen mobil baru.

“Sebelum diinformasi pajak 0 persen mobil baru ditolak. Banyak konsumen jadi menahan diri untuk membeli mobil, jadinya dampak ke penjualan yang ikut menurun,” ujarnya ketika berbincang dengan Moladin beberapa waktu lalu.

Senada dengan itu, tentunya kebijakan pajak 0 persen mobil baru juga berimbas kepada penjualan mobil bekas. Di mana dikhawatirkan justru malah mengalami penurunan.

Yohannes, salah seorang pedagang mobil bekas di Bekasi mengatakan, pandemi ini sudah membuat penjualan mobil bekas mengalami penurunan yang drastis. Apalagi jika mobil baru tidak dikenakan pajak?

“Kalau benar pajak 0 persen mobil baru diberlakukan, tentunya akan berdampak kepada penjualan mobil bekas. Virus korona ini saja sudah membuat penjualan mobil bekas turun,” ungkapnya ketika dihubungi Moladin, Jumat (23/10/2020).

Lebih lanjut Ia pun mensyukuri bahwa wacana pajak 0 persen mobil baru tidak direalisasikan. “Bersyukur, kita sebagai pedagang mobil bekas. Karena jika berlaku, maka sudah pasti akan membuat pasar mobil bekas semakin parah”.

“Pembeli mobil pasti cenderung lebih memilih membeli mobil baru. Karena harganya sendiri dengan mobil bekas justru lebih murah,” bebernya.

Hal itu bukan tanpa alasan, bila melihat skema pajak 0 persen pajak mobil baru benar teralisasi. Harga mobil baru jadi benar-benar murah. Turun sekitar 20 hingga 40 persen.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2020 tentang PKB dan BBN, mobil baru contohnya untuk sebuah Toyota Avanza varian terendah, 1.3 E M/T, NJKB-nya tertera Rp 149 juta.

Dalam kondisi normal, varian ini dibebani PPnBM 10 persen (Rp 14,9 juta) dan BBN di Jakarta 12,5 persen (Rp 18,6 juta), totalnya Rp35 juta.

Ketika masuk ke pasar retail di dealer wajib menambahkan harga ritel sebesar Rp 35 juta, yang merupakan beban konsumen. Namun sebaliknya, jika usul Kemenperin disetujui, Rp 35 juta itu tak perlu ditambahkan ke harga ritel karena tidak ditagih pemerintah.

Berdasarkan situs resmi Toyota Indonesia, saat ini Avanza 1.3 E M/T dijual Rp197,7 juta di Jakarta. Bila secara kasar dikurangi Rp 35 juta maka banderolnya menjadi Rp 162,7 juta.

Penurunan harga mobil baru tanpa PPnBM dan BBN juga bisa lebih besar dari itu jika digabungkan program pemasaran dari APM atau dealer misalnya diskon.

Sejatinya kebijakan pajak 0 persen mobil baru begitu ditunggu konsumen. Namun jadi suatu bencana bagi pedagang mobil bekas. Semoga informasi ini dapat bermanfaat untuk kalian.

Baca juga:

Related posts

GJAW 2024 : Fakta Pabrikan Jepang “Sungkan” Lihat Gebrakan Mobil-mobil Baru Asal Cina?

inDrive.Kurir Gelar Lomba Berhadiah Liburan ke Bali

Fakta Menarik Marselino Ferdinan, Pernah Dapat Bonus Mobil dari Klub Eropa