EVSafe Indonesia bersama RCAVe FTUI menggelar workshop “EV Breakdown: Safety Awareness”, Selasa (15/7) di i-CELL, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok.
Acara ini dihadiri puluhan peserta dari kalangan pemilik EV, praktisi industri, dan mahasiswa yang antusias mempelajari lebih dalam tentang penanganan darurat mobil listrik. Dihadiri tiga pembicara yakni Abdul Rahman Elly (Founder & CEO Voltron), Mahaendra Gofar (Sustainable Mobility Expert) dan Aditya P. Siregar (Automotive Mediapreneur).
Dalam sesi presentasi dan diskusi, para narasumber membahas berbagai penyebab umum mogok pada kendaraan listrik yang sering luput dari perhatian pengguna. Mulai dari masalah pada aki 12V, gangguan pengisian daya, bug software, hingga keausan ban akibat bobot EV yang lebih berat. Faktor lingkungan seperti kabel yang digerogoti tikus juga diangkat sebagai masalah nyata di lapangan.

Tak kalah penting, para pembicara juga menjelaskan cara penanganan darurat yang tepat. Misalnya, mobil listrik sebaiknya tidak diderek seperti mobil konvensional untuk menghindari kerusakan pada sistem pengereman regeneratif, melainkan menggunakan flatbed atau dolly. Selain itu, prosedur jump-start pada EV hanya boleh dilakukan dari mobil berbahan bakar ke EV, bukan sebaliknya.
“Transisi ke kendaraan listrik harus disertai dengan pemahaman baru. EV bukan lebih sulit dirawat, tapi memiliki karakteristik yang berbeda yang perlu kita pahami,” ujar Mahaendra Gofar dalam paparannya.
Acara ini berlangsung interaktif dengan banyak pertanyaan dari peserta mengenai kasus-kasus nyata yang mereka alami. Melalui workshop ini, EVSafe berharap dapat memperluas pengetahuan publik tentang cara mencegah dan menghadapi mogok pada kendaraan listrik, sehingga pemilik EV lebih siap dan tenang saat menghadapi kondisi darurat di jalan.
Penanganan Darurat Mobil Listrik Mogok
Peserta Workshop diajak memahami bahwa meski teknologi EV semakin maju, potensi mogok tetap ada dan sering kali berbeda dari kendaraan konvensional.
“Transisi ke kendaraan listrik harus disertai dengan pemahaman baru. Kita tidak bisa memperlakukan EV seperti mobil konvensional, dan itu bukan kelemahan, tetapi karakter yang harus kita kenali,” ungkap Mahaendra Gofar, Founders EVSafe Indonesia.

Salah satu sorotan utama adalah aki 12V, komponen kecil yang sering diabaikan tetapi krusial. Aki ini bertanggung jawab menyalakan sistem elektronik rendah voltase. “Kalau aki 12V mati, mobil tidak bisa jalan walau baterai utamanya penuh,” jelas Mahaendra
Selain itu, masalah pengisian daya juga menjadi penyebab umum mogok. Gangguan bisa terjadi karena ketidakcocokan antara charger dengan mobil, atau bug pada software yang mengendalikan sistem pengisian. Update software secara rutin menjadi salah satu kunci untuk mencegah masalah ini.
Tidak kalah penting adalah perawatan ban dan suspensi. Beban baterai membuat EV lebih berat, sementara torsi instan motor listrik mempercepat keausan ban. Statistik menunjukkan masalah ban pada EV 20% lebih sering dibanding mobil konvensional.
Faktor lingkungan juga tak kalah unik: kabel yang digerogoti tikus masih menjadi penyebab mogok yang sering ditemui, mengingat beberapa kabel EV masih menggunakan bahan berbasis organik yang menarik bagi hewan pengerat.
Yang menarik, cara penanganan darurat EV juga berbeda. Mobil listrik tidak boleh diderek sembarangan karena pengereman regeneratif bisa rusak.
Pilihan yang aman adalah menggunakan flatbed atau dolly. Sedangkan untuk jump start, hanya boleh dilakukan dari mobil berbahan bakar ke EV, bukan sebaliknya.
Workshop ini diakhiri dengan pesan penting: mengenali karakteristik EV bukan hanya membantu mencegah mogok, tetapi juga memastikan keselamatan saat menghadapi situasi darurat. Simak terus Moladin.com & channel Google News Moladin untuk update berita terbaru seputar otomotif.