Di tengah rencana pergeseran dari status ibu kota negara menjadi kota besar biasa, Jakarta didorong untuk segera menerapkan konsep Fifteen Minutes City.
Fifteen Minutes City merupakan sebuah konsep perkotaan dimana semua kebutuhan sehari-hari dapat diakses dalam waktu lima belas menit perjalanan.
Langkah strategis penerapan Fifteen Minutes City secara terencana diharapkan dapat mengurangi kemacetan, polusi, dan meningkatkan efisiensi mobilitas masyarakat Jakarta.
Wacana Fifteen Minutes City ini sendiri mencuat dari pandangan Yoga Adiwinarto, seorang pakar mobilitas perkotaan selaku Sekretaris Jenderal di ITS Indonesia. Ia menguraikan bahwa tantangan mobilitas perkotaan yang dihadapi Indonesia, terkhusus Jakarta dapat diatasi melalui implementasi yang menyeluruh.
Implementasi sistem canggih ini diharapkan tidak hanya akan meningkatkan efisiensi dan keamanan transportasi tapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan dan ramah lingkungan. Salah satunya, pengembangan Kawasan Berorientasi Transit/Transit Oriented Development (TOD) baru dipandang sebagai strategi efektif untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi dan mempromosikan gaya hidup yang lebih aktif.
“TOD tidak hanya berfokus pada peningkatan aksesibilitas dan kenyamanan bagi pejalan kaki tapi juga pada integrasi dan efisiensi jaringan transportasi antar moda seperti MRT, LRT, BRT maupun ride hailing sebagai pilihan transportasi masyarakat,” kata Yoga yang juga sempat menjabat sebagai dirut Transjakarta itu.
Dengan TOD yang mulai bermunculan di Jakarta, Yoga meyakini perubahan tersebut dapat mendorong dan mempercepat terwujudnya Jakarta sebagai Fifteen Minutes City.
Realisasi Fifteen Minutes City
Sebagai acuan dalam penerapan Fifteen Minutes City, Yoga melihat konektivitas antar moda transportasi umum yang tersedia di Jakarta menjadi begitu krusial.
Misalnya saja dari daerah Senayan ke tujuan perjalanan yang dapat dijangkau dengan berjalan beberapa menit dari apartemen ke stasiun, lalu melanjutkan perjalanan dengan kereta yang lebih cepat, yang dapat di capai dalam waktu sepuluh hingga lima belas menit.
Langkah ini perlu melibatkan koordinasi yang erat antara pemerintah dan sektor swasta untuk mengembangkan infrastruktur yang mendukung. Mulai dari terminal dan stasiun yang saling terhubung, sistem tiket terpadu, serta aplikasi navigasi plus informasi yang dapat diakses oleh pengguna secara real time.
Yoga juga menegaskan bahwa implementasi sistem cerdas ini wajib didasari dengan analitik data yang kuat untuk mengoptimalkan alur penumpang dan memastikan pengalaman pengguna yang lebih baik.
Untuk mempercepat duplikasi konsep yang sudah membawa dampak positif di Jakarta ke daerah lain di Indonesia, Yoga mengajak untuk seluruh stakeholders dan pengguna transportasi publik untuk mengikut Intelligent Transport System (ITS) Asia Pacific Forum 2024.
Pada event yang akan dihelat pada 28-30 Maret 2024 di JCC, Senayan, Jakarta akan dipaparkan secara luas perkembangan teknologi transportasi seperti taksi terbang hingga teknologi sistem transportasi cerdas berbasis AI yang bisa di gunakan untuk menguraikan permasalahan lalu lintas di wilayah Indonesia. Selain pameran teknologi, akan hadir panelis dari luar negeri yang membawa succes story penerapan sistem transportasi cerdas di kota mereka.
Akar Kemacetan di Jakarta
Bicara kota Jakarta, memang tiada hari tanpa kemacetan. Bahkan mengutip kantor berita Antara, terkuak fakta jika pada daftar kota termacet yang dirilis TomTom Traffic Index awal 2023, Jakarta menempati posisi ke-29 dari 389 kota dunia.
Bahkan di Asia Tenggara sendiri, Jakarta menempati urutan pertama kota paling macet. Di bawah Jakarta, ada Bangkok di posisi ke-57, disusul Singapura pada posisi ke-127, dan Kuala Lumpur pada tempat ke 143. TomTom sendiri melakukan riset terhadap 389 kota di enam benua di dunia. Penentuan kota termacet didasarkan pada perhitungan waktu perjalanan, emisi karbon, biaya BBM, serta kemudahan akses antarkota.
Saat itu yang menjadi biang permasalahan ialah putaran balik. Untuk itulah Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan langkah konkret dikondisikan oleh Dishub DKI yang menutup 27 u-turn atau putaran balik di lima wilayah Jakarta pada Juni 2023, yang ditengarai menjadi faktor pemicu tingginya kemacetan di Jakarta.
Meski beberapa diyakini penutupan putaran balik hanyalah memindahkan titik kemacetan dari satu titik ke titik lainnya. Yang jelas poin tingginya jumlah kendaraan roda empat dan roda dua yang masuk dan keluar Jakarta setiap hari plus berbagai hal lain seperti pengendara sepeda motor yang melawan arus juga perlu ditindak tegas.
Simak terus Moladin.com untuk informasi otomotif menarik lainnya.