Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk terus mendorong pengembangan kendaraan berbasis listrik. Salah satunya mengacu pada baterai kendaraan listrik.
Tujuannya tentu tak lepas dari upaya untuk menekan emisi karbon di Indonesia yang kian memprihatinkan. Pengembangan sendiri saat ini diketahui tak sebatas dari sisi kendaraannya saja.
Namun juga dari segi pengembangan baterai kendaraan listrik. Dalam hal ini Kemenperin mendorong pelaku industri dalam pengembangan baterai kendaraan listrik.
Seperti dijelaskan, Budi Susanto selaku Direktur Industri Logam Ditjen ILMATE Kemenperin, pihaknya saat ini sedang mendorong investasi di sektor pengembangan baterai kendaraan listrik.
Investasi itu, dianggap sebagai langkah strategis untuk membantu mewujudkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam sektor industri kendaraan listrik.
“Kemampuan penguasaan teknologi baterai dan keuntungan, bahwa Indonesia memiliki sumber bahan baku penyusun baterai lhitium seperti nikel, cobalt, mangan, alumunium, dan ferrum yang cukup melimpah merupakan kunci utama Indonesia untuk menciptakan keunggulan yang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara produsen kendaraan listrik lainnya,” jelas Budi dalam keterangan resmi Kemenperin, Senin (9/11/2020).
Baterai Kendaraan Listrik Punya Usia Pakai Panjang
Dengan melakukan pengembangan secara lokal, diharapkan mampu menghasilkan kualitas baterai kendaraan listrik dengan usia pakai yang panjang.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi,dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier yang menjelaskan usia baterai listrik bisa mencapai 10-15 tahun.
Sejalan dengan itu, pemerintah pun dirasa perlu mempersiapkan fasilitas daur ulang untuk memperoleh nilai tambah baru pada 10 tahun mendatang. Baik berupa material di dalamnya seperti lithium, nikel, cobalt, mangan, dan copper.
Tak sebatas itu, penguasaan teknologi recycling pun dirasa perlu untuk dipikirkan dari sekarang, seperti hydrometalurgi dan juga penggunaan teknologi AI serta robotik, termasuk skill baru dalam pemrosesan baterai kendaraan listrik.
Adapun baterai kendaraan listrik sejatinya terdiri dari cell, modul, dan pack yang masing-masing diikat kuat oleh perekat yang membutuhkan keahlian khusus. Mengingat sebagai keselamatan dan perlakuan dari baterai, tentunya berbeda dengan perlakukan pada baterai non-lithium.
“Setiap cell atau modul, dan pack berbeda bentuk, ada yang silinder atau prismatik. Semuanya berbeda tipe di setiap mobil listrik,” beber Taufiek.
Apabila melihat kompleksitas proses daur ulang baterai kendaraan listrik. Rasanya Indonesia membutuhkan teknologi modern dalam proses tersebut.
Selain itu, proses daur ulan juga bisa meningkatkan pemanfaatan material. Mulai dari lithium dan mangan yang berupa karbonat dan nikel serta cobalt berupa sulfat yang dapat diperoleh dengan maksimal sehingga proses circular ekonominya mencapai titik optimal.
“Namun demikian, yang terpenting adalah mobil listrik dan baterai listrik dapat diproduksi di dalam negeri,” kata Taufiek.
Taufiek menegaskan, “Investasi ke arah sana tentunya dipersiapkan untuk membuka tenaga kerja dengan skill yang baru dan meningkatkan hilirisasi sumber daya alam nasional berupa nikel, cobalt, maupun mangan.”
Wah.. nampaknya era mobil listrik di Indonesia bakal semakin dekat, Sob! Semoga informasi di atas dapat bermanfaat untuk kalian.
Baca juga:
- Penjualan Mobil Baru di Indonesia Kalah Dari Tetangga
- Mengenal Fitur Honda Sensing yang Tersedia di CR-V Facelift
- Perjalanan Karir Joan Mir di MotoGP, Sang Pengubah Sejarah